KEBUDAYAAN SUKU MINAHASA
MAKALAH
TIK DALAM PEMBELAJARAN SEJRAH
”KEBUDAYAAN SUKU MINAHASA
NAMA : Crisye Lolita Waney
NIM : 2017-31-012
KELAS: A
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
PATTIMURA
AMBON
2019
Puji
Syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah yang sederhana
ini dengan tepat waktu dengan judul Kebudayaan Suku Minahasa. Adapun tujuan
pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Tik Dalam Pembelajaran Sejarah sehingga nantinya dapat membantu kita
memahami tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan kebudayaan suku
minahasa. Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah banyak
memberikan masukan dan bantuan kepada penulis sehingga tersusunnya makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan atas keterbatasan
pengetahuan penulis. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat konstruktif demi kesempurnaan makalah ini Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita
semua.
AMBON,08
April 2019
Crisye
Lolita waney
Kata Pengantar...............................................................................................................................................................
BAB I Pendahuluan.......................................................................................................................................................
A. Latar belakang....................................................................................................................................................
B. Rumusan masalah..............................................................................................................................................
C. Manfaat ..............................................................................................................................................................
D. Tujuan ................................................................................................................................................................
E. Penjelasan istilah.................................................................................................................................................
BAB ll Kajian pustaka
A.
Kebudayaan
B.
Kajian hasil penilitian
C.
Kerangka berfikir
BAB lll Metode
A. Jenis penilitian
B. Subjek penilitian
C. Sumber dan jenis data
BAB IV Pembahasan
A.
Asal –usul orang minahasa
B.
Sistem religi
C.
Upacara
D.
Mata pencarian
E.
Sistem kekerabatan
F.
Bahasa
G.
Pemerintahan
H.
Sistem teknologi
I.
Kesenian
BAB V Penutup
A.
Kesimpulan dan Saran
Daftar PUSTAKA
A.Latar belakang
Masyarakat
indonesia merupakan suatu masyarakat majemuk yang memiliki keanekaragaman di
dalam berbagai aspek kehidupan. Bukti nyata adanya kemajemukan di dalam
masyarakat kita terlihat dalam beragamnya kebudayaan di Indonesia. Tidak dapat
kita pungkiri bahwa kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa, karsa manusia yang
menjadi sumber kekayaan bagi bangsa Indinesia.Tidak ada satu masyarakat pun
yang tidak memiliki kebudayaan. Begitu pula sebaliknya tidak akan ada
kebudayaan tanpa adanya masyarakat sehingga kebudayaan dengan masyarakat
sangatlah berkaitan.Melihat realita bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang
plural maka akan terlihat pula adanya berbagai suku bangsa di Indonesia. Tiap
suku bangsa iniliah yang kemudian mempunyai ciri khas kebudayaan yang
berbeda-beda.suku Minahasa merupakan salah satu suku bangsa yang ada di pulau
Sulawesi. Sebagai salah satu suku bangsa di Indonesia, suku Minahsa memiliki
kharakteristik yang membedakannya dengan suku lain. Keunikan kharakteristik
suku Minahasa ini tercermin dari kebudayaan yang mereka miliki baik dari segi
agama, mata pencaharian, kesenian dan lain sebagainya.
1.2 Rumusan masalah
A. Menjelaskan asal –usul minahasa
B. Menjelaskan sistem religi
minahasa
C. Menjelaskan upacara minahasa
D. Menjelaskan sistem pencarian
mianahsa
E. Menjelaskan sistem kekerabatan
minahasa
F. Menjelaskan bahas minahasa
G. Menjelaskan pemerintahan
H. Menjelaskan teknologi minahasa
I. Menjelaskan kesenian minahasa
1.3 Manfaat penulis
A. Memberikan masukan bagi masyarakat agar lebih
mengembangkan kebudayaan yang baik terutama pada tradisi-tradisi yang ada di
minahasa
1.4 Tujuan penulisan
A.Untuk
mengetahui kebudayaan dan tradisi yang ada di minahasa
1.5 Penjelasan istilah
BAB
ll
Kajian pustaka
Kebudayaan merupakan
hasil dari karya cipta ,rasa dan karsa manusia. Lingkupnya mencangkup banyak
aspek kehidupan seperti hukum,keyakinan ,seni,adat atau kebiasaan ,susila
,moral dan juga keahlian . kehadirannya mampu mempengarui pengetahuan seseorang
,gagasan ,dan ide meskipun banyak berwujud abstrak
Menurut para ahli
kebudayaan adalah :
i.
Koentjaranigrat
Kebudayaan merupakan
keseluruhan perilaku dari manusia dan
hasil yang diperoleh belajar dan
segalannya tersusun dalam kehidupan
masyarakat
ii.
Ki hajar dewantara
Kebudayaan sebagai
budi manusia ,yang merupakan hasil dari dua pengaruh besar yaitu alam dan
kodrat masyarakat
Unsur _unsur
kebudayaan
Kebudayaan secara
universal atau keseluruhan memiliki
unsur-unsur tertentu
i.
Unsur Bahasa
Bahasa merupakan cara ucap manusia .pengucapan
yang elok dan merupakan salah satu elemen yang sudah menjadi tradisi
ii.
Sistem kepercayaan
Sistem keprcayaan
merupakan salah satu yang dijadikan pegangan oleh manusia dalam menjalani
kehidupannya
iii.
Sistem kemasyarakatan
/ kerabatan
Sistem kekerabatan
sangat kental dan kemasyarakatan masih digunakan manusia hingga sekarang untuk
bersosialisasi da menjalin hubungan .
iv.
Sistem ekonomi / mata pencarian
Sistem ekonoimi / mata pencarian terdiri
dari berburu, meramu , beternak,
bercocok , tanam ,menangkap ikan dan sistem irigasi atau pengairan
v.
Kesenian
Seni merupakan suatu ekspresi terhadap keindahan .
Ciri-ciri kebudayaan
yaitu
i.
Kebudayaan dapat di
pelajari
ii.
Kebudayaan dapat
diwariskan
iii.
Kebudayaan hidup dan
berkembang dalam masyarakatan
iv.
Kebudayaan dapat
berubah
v.
Kebudayaan bersifat
terintegrasi
Wujud kebudayaan
i.
Nilai budaya
ii.
Sistem budaya
iii.
Sistem social
iv.
Kebudayaan fisik
J.
Kajian penilitian
Menurut para ahli kebudayaan adalah :
- Koentjaranigrat
Kebudayaan merupakan keseluruhan perilaku dari manusia dan hasil yang diperoleh belajar dan segalannya tersusun dalam kehidupan masyarakat
- Ki hajar dewantara
Kebudayaan sebagai budi manusia ,yang merupakan hasil dari dua pengaruh
besar yaitu alam dan kodrat masyarakat
K.
Kerangka berpikir
Penilitian
ini membahas kebudayaan yang ada
di minahasa agar kebudayaan yang ada di
minahasa tidak bias hilang dan kita dapat mengetahui budaya dan tradisi
masyarakat minahasa
BAB lll
Metode
A.
Jenis penilitian
Metode penilitian yang di gunakan adalalah
metode kualitatif. Penilitian kualitatif bermaksud agar penilitian dapat
memahami fonomena kebudayaan yang ada di minahasa yang dialami subjek penilitian
B.
Subjek penilitian
Subjek penelitian agar penelitian dapat mampu memberikan informasi
mengenai latar belakang dan keadaan budaya dan masyarakat minahasa yang di
hasilkan secara akurat
C.
Sumber jenis data
Sumber yang dapat diperoleh penilitian adalah
subjek dimana data tersebut diperoleh sehingga data dalam penilitian ini sangat
penting dan dibutuhkan untuk kelencaran penelitian ini.
BAB IV
PEMBAHASAN
Daerah
Minahasa dari Sulawesi Utara diperkirakan telah pertama kali dihuni oleh
manusia dalam ribuan tahun SM an ketiga dan kedua. orang Austronesia awalnya
dihuni China selatan sebelum pindah dan menjajah daerah di Taiwan, Filipina
utara, Filipina selatan, dan ke Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku.
Menurut
mitologi Minahasa di Minahasa adalah keturunan Toar Lumimuut dan. Awalnya,
keturunan Toar Lumimuut-dibagi menjadi 3 kelompok: Makatelu-pitu (tiga kali
tujuh), Makaru-siuw (dua kali sembilan) dan Pasiowan-Telu (sembilan kali tiga).
Mereka dikalikan dengan cepat. Tapi segera ada perselisihan antara orang-orang.
Tona'as pemimpin mereka bernama kemudian memutuskan untuk bertemu dan berbicara
tentang hal ini. Mereka bertemu di Awuan (utara bukit Tonderukan saat ini).
Pertemuan itu disebut Pinawetengan u-nuwu (membagi bahasa) atau Pinawetengan
um-posan (membagi ritual). Pada pertemuan bahwa keturunan dibagi menjadi tiga
kelompok bernama Tonsea, Tombulu, Tontemboan dan sesuai dengan kelompok yang
disebutkan di atas. Di tempat di mana pertemuan ini berlangsung batu peringatan
yang disebut Watu Pinabetengan (Batu Membagi) kemudian dibangun.
Kelompok-kelompok Tonsea, Tombulu, Tontemboan dan kemudian mendirikan wilayah utama mereka
yang berada Maiesu, Niaranan, dan Tumaratas masing-masing. Segera beberapa desa
didirikan di luar wilayah. Desa-desa baru kemudian menjadi pusat berkuasa dari
sekelompok desa disebut Puak, kemudian walak, sebanding dengan kabupaten masa
kini.
Ini
adalah sembilan sub-etnis di Minahasa, yang menjelaskan jumlah 9 di Manguni
Maka-9:
Tonsea,
Tombulu, Tontemboan, Tondano,
Tonsawang, Ratahan pasan (Bentenan), Ponosakan, Babontehu, Bantik.
Delapan
dari kelompok-kelompok etnis juga kelompok-kelompok linguistik terpisah.
Nama
Minahasa itu sendiri muncul pada saat Minahasa berperang melawan Bolaang Mongondow. Di antara para pahlawan Minahasa dalam
perang melawan Bolaang Mongondow adalah: Porong, Wenas, Dumanaw dan Lengkong
(dalam perang dekat desa Lilang), Gerungan,
Korengkeng, Walalangi (dekat Panasen, Tondano), Wungkar, Sayow, Lumi, dan
Worotikan (dalam perang bersama Amurang Bay). Dalam peperangan sebelumnya, Tarumetor
(Opo Retor) dari Remboken mengalahkan Ramokian dari Bolaang Mongondow di
Mangket.
B. Sistem religi
Unsur-unsur kepercayaan pribumi yang dapat
disaksikan pada orang Minahasa yangsekarang secara resmi telah memeluk agama-agama Protestan, Katolik maupun Islammerupakan peninggalan sistem religi zaman
dahulu sebelum berkembangnya agama Kristen.Unsur-unsur
ini mencakup : konsep-konsep dunia gaib, makhluk dan kekuatan adikodrati(yang
dianggap “baik” dan “jahat” serta manipulasinya, dewa tertinggi, jiwa manusia,
benda berkekuatan gaib, tempat keramat, orang berkekuatan gaib, dan dunia
akhirat).Unsur-unsur religi pribumi terdapat
dalam beberapa upacara adat yang dilakukan orang yang berhubungan dengan peristiwaperistiwa
lingkaran hidup individu, seperti kelahiran, perkawinan, kematian maupun dalam
bentuk-bentuk pemberian kekuatan gaib dalam menghadapai berbagai
jenis bahaya, serta yang berhubungan dengan pekerjaan atau mata pencaharian. Unsur
unsur ini tentu juga tampak dalam wujud sebagai kedukunan(sistem
medis makatana) yang sampai sekarang masih hidup.
Dunia gaib sekitar
manusia dianggap didiami oleh makhluk-makhluk halus sepertiroh-roh leluhur baik
maupun jahat, hantu-hantu dan kekuatangaib lainnya. Usaha
manusiauntuk mengadakan hubungan dengan makhluk-makhluk
tersebut bertujuan supaya hidupmereka tidak diganggu sebaliknya
dapat dibantu dan dilindungi, dengan mengembangkansustu kompleks sistem upacara
pemujaan yang dahulu dikenal sebagai na’amkungan atauma’ambo atau masambo.Dalam mitologi orang Minahasa rupanya sistem kepercayaan dahulu mengenal banyak
dewa, salah satunya adalah dewa tertinggi. Dewa oleh penduduk disebut
empung atauopo, dan untuk sewa yang tertinggi disebut opo wailan wangko. Dewa
yang penting sesudahdewa tertinggi ialah karema.Opo wailan wangko dianggap
sebagai pencipta seluruh alam dan isinya yang dikenaloleh manusia yang memujanya. Karena yang mewujudkan diri sebagai manusia adalahsebagai
penunjuk jalan bagi lumimuut (wanita sebagai manusia pertama) untuk mendapatkanketurunan seorang pria yang bernama to’ar, yang juga dianggap sebagai pembawa adatkhususnya
cara-cara pertanian yaitu sebagai cultural hero (dewa pembawa adat).Roh leluhur juga disebut opo, atau sering disebut
dotu yang pada masa hidupnya adalah seorang yang dianggap sakti dan
juga sebagai pahlawan seperti pemimpin-pemimpin komunitas besar ( kepala walak
dan komunitas desa; tona’as ). Mereka juga dalam hidupnya memiliki keahlian dan prestasi seperti dalam
perang, keagamaan dan kepemimpinan. Ada kepercayaan bahwa opo-opo yang baik
akan senantiasa menolong manusia yang dianggap sebagai cucu merekasebagai cucu mereka ( puyun) apabila mengikuti petunjuk
petunjuk yang diberikan.Pelanggaran yang terjadi dapat
mangakibatkan yang bersangkutan akan mengalami bencanaatau kesulitan hidup akibat murka opo-opo, ataupun kekuatan sakti yang
diberikan akan hilang. Disamping itu, ada juga opo-opo yang
memberikan kekuatan sakti untuk hal-hal yang tidak baik, seperti untuk mencuri,
berjudi dsb.Konsepsi makhluk halus lainnya seperti hantu ialah panunggu, lulu,
puntianak, pok- pok dsb yang dianggap
berada di tempat tertentu dan pada saat dan keadaan tertentu dapat maengganggu
manusia. Untuk menghadapi hal-hal tersebut sangat dirasakan peranan dariopo-opo
yang dapat menghadapi atau mengalahkan mereka atau mengatasi gangguan dari
mereka.Roh (mukur) orangtua sendiri ataupun roh-roh kerabat yang sudah meninggaldianggap
selalu berada di sekitar kelurganya yang masih hidup, yang sewaktu-waktu datang
menun jukkan dirinya dalam bentuk bayangan atau mimpi atau dapat pula melalui
seseorang sebagai media yang dimasuki oleh mukur sehingga bisa bercakap-cakap
dengan kerabatnya.
Mukur yang demikian tidak dianggap berbahaya
malahan bisa menolong kerabatnya. Kepercayaan
orang Minahasa bahwa ada bagian tubuh yang mempunyai kekuatan sakti seperti
rambut dan kuku. Binatang-binatang yang memiliki kekuatan sakti
sepertiular hitam dan beberapa jenis burung, terutama burung hantu (manguni). Untuk tumbuh-tumbuhan
yang memiliki kekuatan sakti adalah tawa’ang, goraka (jahe), balacai, jeruk
suangidll. Gejala alam seperti gunung
meletus dan hujan lebat bersama petir secara terus-menerus dianggap
sebagai amarah para dewa. Senjata yang dianggap memiliki kekuatan sakti yangharus
dijaga dengan baik adalah keris, santi (pedang panjang), lawang (tombak), dan
kelung(perisai). Ucapan berupa sumpah dan kutukan juga dikenal sebagai
kata-kata yang dianggap dapat mengakibatkan malapetaka, apalagi kalau yang
mengatakannya orangtua, kata-katanya dianggap memiliki kekuatan sakti.
Benda-benda jimat baik
yang diwariskan orangtua ataupun yang didapat dari walian atau tona’as yang
disebut Paereten Paereten adalah benda-benda yang kesaktiannya
dipercaya
Yang
sampai sekarang masih dipakai.Jiwa yang dianggap sebagai kekuatan yang ada
dalam tubuh manusia yang menyebabkan adanya hidup, rupanya memiliki konsepsi yang sama dengan jiwa sesudah meninggalkan
tubuh karena mati atau roh. Konsepsi jiwa dan roh ini disebut katotouan. Unsur kejiwaan dalam kehidupan manusia adalah :
gegenang (ingatan), pemendam(perasaan), dan keketer (kekuatan). Gegenang
adalah unsure yang utama dalam jiwa. Pada saat sekarang, sesuai dengan
aturan-aturan agama Kristen, maka konsepsi dunia akhirat (sekalipun untuk
mereka yang masih melakukan upacara-upacara kepercayaan pribumi untuk mendapat
kan kekuatan sakti darih makhluk-makhluk halus)
ialah surga bagi yang
selamat, serta neraka bagi yang berdosa dan tidak percaya. Upacara-upacara keagamaan pribumi masih banyak
dilakukan oleh orang minahasa sebagai perwujudan untuk mengadakan
hubungan dengan dunia gaib atau sebagai kelakuan religi atas dasar suatu emosi keagamaan, upacara-upacara
itu diantaranya adalah yang biasa dilakukan pada malam hari di rumah
tona’as atau di rumah orang lain, bisa juga di tempat-tempat keramat seperti
kuburan opo-opo, batu-batu besar dan di bawah pohon besar. Padasaat
tertentu yang dianggap penting upacara dapat dilakukan di Watu Pinabetengan,
tempat dimana secara mitologis paling keramat di Minahasa.Upacara dilakukan pada saat tertentu, misalnya pada
malam bulan purnama. Tokohtradisional yang melakukan dan memimpin
upacara keagamaan pribumi dikenal dengan namawalian, pemimpin upacara dapat
dipegang oleh wanita atau pria.
Agama-agama resmi yang
umum diatur oleh orang Minahasa antara lain Protestan(yang terdiri dari berbagai sekte), katolik dan Islam. Terlepas dari tingkat kepercayaan perseorangan, unsure-unsur religi
pribumi tidak dapat dilepaskan dari
kehidupan keagamaan. Misalnya komponen pribumi terpadu bersama komponen
kristenyang di luar upacara formal gerejani seperti yang terlihat dalam
upacara-upacara dari masa hamil sampai masa meninggal maupun pada perilaku
keagamaan sehari-hari. Sebagaimana
yang telahdikemukakan pada contoh sebelumnya dapat dilihat adanya
komponen religi pribumi dalam kebudayaan Minahasa yang secara mendalam telah
mengalami perubahan melalui jalur-jalur kolonialisme, pendidikan
formal, dan
kristenisasi maupun jalur-jalur kontak atau difusi budaya
lainnya.
C. Upacara adat
1.Monondeaga
Upacara adat dari daerah Bolaang Mongondow yang
dilaksanakan pada waktu anak gadis memasuki masa akil baliq yang ditandai
dengan datangnya haid pertama. Dauntelinga dilobangi dan dipasangi
anting kemudian gigi diratakan sebagai pelengkap kecantikan dan tanda
anak gadis tersebut telah dewasa.
2.Mupuk Im Bene
Upacara adat dari daerah
Minahasa berupa pengucapan syukur pallen pactio Masyarakat
membawa/mempersembahkansegantang/sekarung
hasil padi bersama asil ladang lain nya disuatu tempat (lapangan atau
dirumah,gereja) untuk didoakan. Dan setiap rumah/keluarga menyiapkan beragam
makanandan makan bersama dengan para tamu dengan suka ria
3.Metipu
Merupakan upacara adat
dari daerah Sangihe Talaud berupa penyembahan kepadaSang Pencipta alam semesta yang disebut BENGGONA LANGI
DUATAN SALURAN,dengan membakar daun-daun dan akar-akar
yang mewangi dan menimbulkan asap membumbung kehadirat-Nya.
4.Watu Pinawetengan
Tanggal tujuh bulan tujuh tahun dua ribu tujuh saat istimewa bagi sebagianmasyarakat Minahasa. Pada penanggalan Masehi itu digelarlah upacara adat WatuPinawetengan, sebuah upacara penuh
makna bagi persatuan masyarakat setempat.WatuPinawetengan adalah warisan
leluhur Minahasa dan merupakan bukti bahwa demokrasidan persatuan sudah ada sejak dahulu.Berdasarkan cerita rakyat, terdapat sebuah batu
besar yang disebut tumotowa yakni batu yang menjadi altar ritual sekaligus menandai berdirinya
permukiman suatukomunitas. Johann Albert Traugott Schwarz, seorang
misionaris Belanda keturunanJerman,
pada tahun 1888 berinisiatif melakukan penggalian di bukit Tonderukan
yang sekarang masuk wilayah kecamatan Tompaso, Minahasa, Sulawesi
Utara (Sulut).Ternyata penggalian berhasil
menemukan batu besar yang membujur dari timur ke barat. Johan Gerard Friederich
Riedel yang lahir di Tondano pada tahun 1832,menyebutkan
bahwa batu tersebut merupakan batu tempat duduk para leluhur melakukan
perundingan atau orang setempat menyebutnya Watu Rerumeran ne
Empung. Batu tersebut merupakan tempat bagi para pemimpin upacara adat memberikankeputusan
(dalam bentuk garis dan gambar yang dipahat pada batu) dalam hal
membagi pokok pembicaraan, siapa yang harus bicara, serta cara beribadat.Latar
belakang itu memberi arah bahwa sudah ada demokrasi pada jaman dulu. Sejumlah persoalan diselesai- kan dengan musyawarah
sehingga mereka yang terlibat persoalanmeninggalkan Watu Pinawetengan
dengan damai.Inti dari upacara yang
diselenggarakan di depan batu besar itu adalah wata' esa eneyakni
pernyataan tekad persatuan. Semua perwakilan kelompok etnis yang ada di Tanah
Toar Lumimut menganarkan bagian peta tanah Minahasatempat tinggalnya dan
meletakkan dibagian tengah panggung perhelatan. Diiringi musik instrumentaliakolintang, penegasan tekad itu disampaikan satu per satu perwakilan menggunakan pelbagai
bahasa di Minahasa. Setelah tekad
disampaikan mereka menghentakkan kaki ketanah tiga kali.Pada penghujung acara para pelaku upacara bergandengan tanganmembentuk
lingkaran sembari menyanyikan Reranian: Royorz endo."Royor endo, ezo
e, Maesa-esa lalan ni kita e, Royor endo, ezo e, Sei si nimalewo,Ya wana ni
mengasa- ngasaranmo, Royor endo, ezo e, Mengale-ngalei umanPakatuan
pakalawirenom, Royor endo, ezo e"(Persatukanlah
jalan kita. Janganlah ada yang merusakkan ataupun hanya berpura-pura.Mari
memohonkan usia lanjut dan lestari).
5.Upacara Pemakaman
Mula-mula Suku
Minahasa jika
mengubur orang meninggal sebelum ditanam terlebihdulu dibungkus dengan daun
woka (sejenis janur). Lambat laun, terjadi perubahan dalamkebiasaan menggunakan daun woka .Kebiasaan di bungkus daun ini
berubah dengan mengganti wadah ronggga pohon kayu atau nibung kemudian orang
meninggal dimasukkan ke dalam ronggapohon lalu ditanam dalam tanah. Baru sekitar
abad IX Suku Minahasa mulai
menggunakan waruga. Orang yang telah meninggal diletakkan pada posisi
menghadap keutara dan didudukkan dengan tumitkaki menempel pada pantatdan kepala mencium lulut. Tujuan dihadapkan ke bagian Utara yang menandakan
bahwa nenek
moyang Suku Minahasa berasal dari bagian Utara. Sekitar tahun1860 mulai
adalarangan dari Pemerintah Belanda menguburkan orang meninggal dalam
waruga.Kemudian di tahun1870, Suku Minahasa mulai membuat peti mati
sebagai pengganti waruga, karena waktu itu mulai berjangkit berbagai penyakit, di antaranya penyakit tipus dankolera.Dikhawatirkan, si meninggal menularkan bibit penyakit tipus
dan kolera melalui celah yang
terdapat di antara badan waruga dan cungkup waruga. Bersamaandengan itu pula, agamaKristenmengharuskan mayat
dikubur di dalamtanah mulai menyebar diMinahasa. Waruga yang memiliki
ukiran danrelief umumnya terdapat
diTonsea. Ukiran dan relief tersebut menggambarkan berapa jasad yang tersimpan
dalam waruga yang bersangkutan sekaligus menggambarkan mata pencaharian orang
tersebut. Pada awalnya waruga tersebar di seluruh Minahasa.
Saat ini waruga yang tersebar tersebut dikumpulkan di desa Sawangan -
Minahasa, yaitu sebuah desa yang terletak diantara Tondano(ibu kota kabupaten
Minahasa) denganAirmadidi(ibu kota kabupatenMinahasa Utara). Sampai saat
ini waruga merupakan salah satu tujuan wisatasejarah diSulawesi
Utara.
(Bagian utara Minahasa).
6.Upacara Pernikahan
Proses Pernikahan adat yang selama ini
dilakukan di tanah Minahasa telah mengalami penyesuaian seiring dengan perkembangan jaman.Misalnya
ketika proses perawatan calon pengantin serta acara “Posanan” (Pingitan)
tidak lagi dilakukan sebulan sebelum perkawinan, tapi sehari sebelum
perkawinan pada saat "Malam Gagaren" atau malammuda-mudi. Acara mandi
di pancuran air saat ini jelas tidak dapat dilaksanakan lagi,karena tidak ada lagi pancuran air di kota-kota
besar. Yang dapat dilakukan saat ini adalah mandi adat
"Lumelek" (menginjak batu) dan "Bacoho" karena dilakukan di
kamar mandi di rumah calon pengantin. Dalam pelaksanaan upacara adat
perkawinan sekarangini, semua acara / upacara perkawinan dipadatkan dan
dilaksanakan dalam satu hari saja.Pagi hari
memandikan pengantin, merias wajah, memakai busana pengantin, memakaimahkota
dan topi pengantin untuk upacara "maso minta" (toki
pintu). Siang hari kedua pengantin pergi kecatatan sipil atau Departemen Agama
dan melaksanakan pengesahan /pemberkatan nikah(di gereja), yang kemudian
dilanjutkan dengan resepsi pernikahan. Pada acara in biasanya dilakukan
upacara pperkawinan adat,diikuti dengan acara melempar bunga tangan dan acara
bebas tari-tarian dengan iringan musik tradisional, seperti tari Mengket,
Katrili,Polineis,diiringi Musik Bambu dan Musik Kolintang.
Setelah mandi biasa membersihkan seluruh
badan dengan sabun mandi lalu mencucirambut
dengan bahan pencuci rambut yang banyak dijual di toko, seperti shampoo danhair tonic. Mencuci rambut "bacoho" dapat delakukan dengan dua cara, yakni cara tradisional
ataupun hanya sekedar simbolisasi.Tradisi : Bahan-bahan ramuan yang digunakan
adalah parutan kulit lemong nipis ataulemong
bacoho (citrus limonellus), fungsinya sebagai pewangi; air lemong popontolen(citrus
lemetta), fungsinya sebagai pembersih lemak kulit kepala; daun pondang (pandan)yagn ditumbuk halus, fungsinya sebagai pewangi,
bunga manduru (melati hutan) atau bunga rosi (mawar) atau bunga
melati yang dihancurkan dengan tangan, dan berfungsi sebagai
pewangi; minyak buah kemiri untuk melemaskan rambut dicampur dengan sedikit
perasan air buah kelapa yang diparut halus. Seluruh bahan ramuan harus berjumlah sembilan jenis tanaman, untuk membasuh rambut.
Sesudah itu dicuci lagi dengan air bersih lalu rambut
dikeringkan. Simbolisasi : Semua bahan-bahan ramuan tersebut dimasukkan ke
dalam sehelai kain berbentuk kantong,
lalu dicelup ke dalam air hangat, lau kantong tersebut diremas dan Air nya
ditampung dengan tangan, kemudian digosokkan kerambut calon pengantin sekedar
simbolisasi.Lumele’ (Mandi Adat): Pengantin disiram dengan air yang telah diberi bunga-bungaan
warna putih, berjumlah sembilan jenis bunga yang berbau wangi, dengan memakai
gayung sebbanyak sembilan kali disiram diatas leher kebawah. Secara simbolis
dapat dilakukan dengan sekedar membasuh muka oleh pengantin itu sendiri,
kemudian mengeringkan nya dengan handuk yang bersih dan belum pernah digunakan
sebelumnya.
7.Upacara Perkawinan
Upacara perkawinan adat
Minahasa dapat dilakukan di salah satu rumah pengantin pria ataupun wanita. Di Langowan
Tontemboan , upacara dilakukan dilakukan dirumah pihan pria, sedangkan di
Tomohon-Tombulu di rumah pihak pengantin wanita. Hal ini mempengaruhi prosesi
perjalan pengantin. Misalnya pengantin pria kerumah pengantin wanita lalu
keGereja dan kemudian ketempat acara resepsi. Karenaresepsi/pesta perkawinan dapat ditanggung
baik oleh pihak keluarga priamaupun keluarga wanita, maka pihak yang menanggung
biasanya yang akan memegang komando pelaksanaan pesta perkawinan. Ada perkawinan yang dilaksanakan secara Mapalus dimana
kedua pengantin dibantu oleh mapalus warga desa, seperti di desa Tombulan.
Orang Minahasa penganut agama Kristen tertentu yang mempunyai kecenderungan
mengganti acara pesta malam hari dengan acara kebaktian dan makan malam. Orang
Minahasa di kota-kota besar seperti kota Manado, mempunyai kebiasaan yang sama
dengan orang Minahasa di luar Minahasa yang disebut
Kawanua.
Pola hidupmasyarakat di kota-kota besar ikut membentuk pelaksanaan
upacara adat perkawinan Minahasa,
menyatukan seluruh proses upacara adat perkawinan yang dilaksanakan hanyadalam satu hari (Toki Pintu, Buka/Putus Suara,
Antar harta,Prosesi Upacara Adat di pelaminan). Contoh proses upacara adat
perkawinanyang dilaksanakan dalam satu hari :Pukul 09.00 pagi, upacara Tonki
Pintu. Pengantin pria kerumah pengantin wanita sambil membawa antaran (mas
kawin), berupa makanan masak, buah-buahan dan beberapa helai kain sebagai
simbolisasi. Wali pihak pria memimpin rombongan pengantin pria,mengetuk pintu
tiga kali.Pertama :Tiga ketuk dan pintu akan dibuka dari dalam oleh wali pihak
wanita. Laludilakukan dialog dalam bahasa daerah Minahasa. Kemudian pengantin
pria mengetok pintu kamar wanita. Setelah pengantin wanita keluar
dari kamarnya, diadakan jamuan makanan kecil
dan bersiap untuk pergi ke Gereja. Pukul 11.00-14.00
: Melaksanakan perkawinan di Gereja yang sekaligus di nikahkan
oleh negara, (apabila petugas catatan sipil dapat datang kekantor Gereja).
Untuk itu, para saksi kedua pihak lengkap dengan tanda pengenal penduduk (KTP),
ikut hadir di Gereja. Pukul 19.00 : Acara resepsi kini jarang dilakukan di
rumah kedua pengantin , namun menggunakan gedung /hotel. Apabila pihak keluarga
pengantin ingin melaksanakan prosesi upaccara adat perkawinan, ada
sanggar-sanggar kesenian Minahasa yang daat melaksanakan nya. Dan prosesi upacara adat dapat dilaksanakan dalam berbagai sub-etnis
Minahasa,hal ini tergantung dari keinginan atau usul keluarga pengantin.
Misalnya dalam versi Tonsea,Tombulu,Tontemboan atau pun Sub-enis Minahasa
lainnya.Prosesi upacara adat berlangsung tidak lebih dari sekitar 15
menit, dilanjutkan dengankata sambutan,
melempar bunga tangan, potong kue pengantin , acara salaman,
makan dan sebagai acara terakhir (penutup) ialah dansa yang dimulai
dengan Polineis.
D. Mata pencaharian
Di
Minahasa, jaringan jalan raya yang tergolong baik, serta adanya pelabuhan
Bitungdan bandar udara Sam Ratulangi, adanya industri-industri kecil, toko-toko
besar, dan kegiatanekonomi modern lainnya sangat mempengaruhi sektor
ekonomi pedesaan yang berpangkal pada sektor pertanian rakyat yang masih
bersifat tradisional.Ekonomi pedesaan merupakan ciri-ciri perilaku petani Minahasa.Minahasa
, jaringan jalan yang tergolong
baik, serta adanya pelabuhan Bitung dan bandar udara SamRatulangi,
adanya industri-industri kecil, toko besar maupun kecil di kotsa, dan kegiatan
ekonomi modern lainnya memang sangat erat berhubungan dan sangat mempengaruhi
ekonomi pedesaan yang berpangkal pada sektor pertanian rakyat yang masih
tergolong tradisional.ekonomi pedesaan di Minahasa mempunyai bentuk
tersendiri yang menunjukkuan adanya perbedaan-perbedaan dari
masyarakat-masyarakat pedesaan lainnya. Berbagai sarana,prasarana, dan pranata
ekonomi di Minahsa sekarang telah mengalami perkembangan , jauh berbeda dari
masa-masa dahulu.Berbagai pabrik, petokoan, yang menjual barang-barang mewah
maupun kebutuhan sehari-hari, kegiatan-kegiatan perdagangan ekspor dan impor
antar pulau maupun lokal danmasih banyak lagi, semuanya tergolong pada kegiatan
ekonomi modern, yang menunjukkan gejala perkembangan.Khususnya mengenai sektor
industri dapat dikemukakan bahwa bagian terbesar pada industri
kecil (sekitar 98%) dan sisanya tergolong pada industri menengah.Sebagai
penunjang sektor perdagangan, maka produksi sektor industri menunjukkan pertambahan.Dalam
sektor pertanian sudah sejak masa sebelum Perang Dunia II berkembang
perkebunan rakyat tanamamn industri,terutama kelapa,cengkeh,kopi,dan pala.
Sekarang perkebunan-perkebunan ini terus mengalami peningkatan intensifikasi
dan ekstensifikasi dengan menggunakan metode dan teknologi pertanian modern.
Akhir-akhir ini komoditi petanian lain yaitu coklat, vanili, jahe putih dan
jambu mete mulai digiatkan secara intensif juga dengan metode dan teknologi
pertanian modern.Persawahan menunjukkan pula adanya gejala-gejala perkembangan
dalam upaya peningkatan produksi padi. Perbaikan dan pembangunan irigasi,
penggunaan pupuk dan bibit unggul adalah contoh dari beberapa perkembangan yang
dimaksud. Pertebatan ikan mas dengan mempraktekkan metode baru (menggunakan air
yang mengalir deras ke dalam tebat-tebat yang terbuat dari semen) dijalankan di
banyak desa terutama oleh petani-petani kaya. Perladangan menetap tradisional
(kebun kering) yang umum di Minahasa adalah perladangan jagung, umumnya
untuk konsumsi petani sendiri. Biasanya petani menanam puladalam kebun
jagung berbagai jenis sayur, tanaman bumbu masakan sehari-hari, dan buah-buahan
(teruama advokat,pepaya, dan jenis-jenis jambu air) untuk dikonsumsi
sendiri. Akhir-akhir ini pemerintah daerah telah mengusahakan peningkatan
produksi jagung melalui Proyek Mandiri dikalangan petani, dijalankan dengan
penyuluhan dinas pertanian, untuk dipasarkan melalui Koperasi Unit Desa(KUD).
Selain jagung, kebun sering ditanami pula dengan kacang merah, kacang
tanah,kedelai, kacang hijau, dan berbagai jenis ubi.Selain pengembangan
perikanan laut yang dilaksanakan oleh Perikani yang berpusat diAertembaga,
terutama penangkapan dan pengolahan cakalang, nelayan-nelayan tradisiona lmulai
meningkatkan produksi berbagai jenis ikan dan binatang laut dengan menggunakan
alat-alat yang lebih baik maupun dengan apa yang disebut”motorisasi”perahu
penangkapan ikan. Namun demikian, penangkapan jenis binatang laut masih umum
dijalankan dengan teknologi tradisional.teknologi tradisional dipergunakan pula
dalam penangkapan jenis-jenis biotik sumber protein didanau-danau dan
sungai-sungai. Di desa-desa sekeliling danau Tondanoada segolongan penduduk
yang khusus menjalankan kegiatan kegiatan menangkap berbagai jenis ikan
dan binatang danau. Golongan nelayan ini mengisi sebagian dari
kebutuhan protein hewani yang dapat diperoleh dipasar-pasar di kota-kota.Hutan
merupakan sumber energi maupun materi untuk berbagi kebutuhan penduduk.Berbagai
jenis bahan makanan (binatang dan tumbuhan) kebutuhan sehari-hari maupun pesta
bersumber dari hutan. Jenis-jenis binatang yang umum dimakan adalah babi hutan,
tikus hutan (ekor putih), dan kalong. Lain-lainnya yang jarang dimakan karena
sudah tergolong langka atau tidak umum dimakan oleh orang Minahasa adalah seperti
rusa, anoa, babi rusa,monyet, ular piton, biawak, ayam hutan, telur burung
maleo, dan jenis-jenis unggas liarlainnya. Berbagai jenis tumbuhan liar baik
yang terdapat di hutan maupun lingkungan fisik lainnya merupakan bahan makanan
yang memenuhi kebutuhan sayur-sayuran, terutama pangi, rebung dan
pakis.Demikian pula, hutan menghasilkan berbagai jenis buah-buahan, seperti
jenis-jenismangga, pakoba dan kemiri. Selain itu, enau merupakan sumber nira
sebagai minuman yang terkenal di Minahasa (sanguer) maupun bahan gula merah
(Tumbuha ini tumbuh di hutan maupun dikebun) Untuk berbagai kebutuhan kayu
sebagai bahan untuk membuat berbagai
alat dan bangunan gedung dan rumah, hutan merupakan sumbernya, Kecuali
itu, hutan dan lingkungan-lingkungan fisik lainnya merupakan tempat
bertumbuhnya tumbuh-tumbuhan yang memberi bahan-bahan untuk berbagai kebutuhan
umum seperti rotan, kayu bakar, daun rumbia (bahan atap rumah). Sayang sekali
luas hutan di Minahasa makin berkurang, terutama karena ekstensifikasi perkebunan
cengkeh yang dilakukan oleh penduduk desa maupun penduduk kota.Di daerah
Minahasa menunjukkan bahwa sektor pertanian memberikan sumber yangterbesar,
melebihi 126 milyar rupiah (42,36%). Daripadanya subsektor perkebunan
adalahyang paling besar dan sesudahnya adalah subsektor pertanian pangan dan
subsektor-subsektor perikanan, peternakan, dan kehutanan. Ada
empat jenis komoditi (kelapa, cengkeh, pala dankopi) dan
satu golongan komoditi lainnya (vanili, jahe putih, dan biji jambu mete)
yangsangat penting bagi perekonomian daerah ini. Bahkan tiga jenis komoditi
yaitu kelapa, paladan kopi mengisi paket ekspor Sulawesi Utara.
E. Sistem kekerabatan
Orang
Minahasa memegang prinsip keturunan secara bilateral, atau memperhitungkan
hubungan kekerabatan baik dari pihak laki-laki maupun perempuan, dengan
jangkauan kekerabatannya umumnya hanya sampai generasi ketiga. Dalam memilih
jodoh, penelusuran asal-usul biasa dilakukan, untuk memastikan muda-mudi yang
hendak terlibat pernikahan berada di luar jangkauan kekerabatan tiga generasi
tersebut.
Setelah
menikah, pasangan suami-istri bebas menentukan tempat tinggalnya, baik itu di
lingkungan sang Istri atau suami. Di Minahasa, keluarga inti (saanakan)
dapat terdiri dari: suami-istri ditambah anak-anak kandung (yang belum
menikah); dapat pula terdiri dari suami-istri ditambah anak kandung, anak tiri,
atau anak angkat; janda/duda, dengan anak-anak, baik anak kandung, anak tiri,
maupun anak angkat; suami-istri yang tidak mempunyai anak; atau dapat pula
janda/duda yang hidup sendiri.
Dalam
satu rumah, ada kalanya terdiri lebih dari satu keluarga inti, karena terkadang
ada saja anak-menantu yang baru menikah, masih mentap satu atap dan satu dapur
bersama orang tua mereka, atau terkadang ada juga saudara lainnya yang masih
menumpang, seperti keluarga adik, keluarga kakak, dan lain sebagainya. Pada
tipe keluarga luas seperti ini, budaya gotong royong biasanya lebih kuat,
seperti bekerja di ladang yang sama.
Dalam
sistim kekerabatan orang Minahasa, dikenal konsep klen kecil yang disebut taranak. Setiap taranak dipimpin oleh seorang tua unta ranak, yakni
laki-laki yang dianggap tertua dalam keluarga. Beberapa hal yang menonjol dari
konsep taranak di Minahasa adalah pada bidang warisan,
kematian, perkawinan, dan pemilihan kepala desa yang disebutHukumtua.
Dalam
pembagian warisan, tanah warisan disebut sebagai kelakeran (milik banyak orang). Tanah klakeran bisa dibagikan kepada ahli waris untuk
dikelola sendiri-sendiri, atau jika luas tanah tidak mencukupi untuk dibagikan,
maka akan dikelola secara bergantian dengan siklus satu tahunan atau biasa
disebut tanah kalakeran
pataunen (milik
bersama yang dipakai bergiliran per tahun).
Menyangkut
urusan kematian, selain tolong-menolong dalam bentuk tenaga dan materi untuk
anggota kerabat yang meninggal, taranak juga mengenal konsep kuburan famili
(kerabat) dalam lingkup klen kecil, yang biasanya dinamai dengan nama keluarga
nenek moyang mereka, sebagai contohnya adalah kuburan famili Lapisan, kuburan
famili Woraang, dan kuburan famili Warouw. Konsep gotong royong yang serupa
juga tercermin dalam penyelenggaraan pernikahan.
Sementara
dalam hal pemilihan kepala desa atau Hukumtua, biasanya terjadi persaingan
antar taranak, di mana taranak yang jumlah anggotanya lebih banyak
akan lebih mudah untuk meraih kemenangan ketika ada salah satu anggota mereka
yang mencalonkan diri.
F. Bahasa
Dalam
kehidupan sehari-hari masyarakat di Kota Tomohon selain menggunakan Bahasa
Indonesia sebagai bahasa percakapan juga menggunakan bahasa daerah Minahasa.
Seperti diketahui di Minahasa terdiri dari delapan macam jenis bahasa daerah
yang dipergunakan oleh delapan etnis yang ada, seperti Tountemboan,
Toulour, Tombulu, dll. Bahasa daerah yang paling sering digunakan di Kota
Tomohon adalah bahasa Tombulu, karena memang wilayah Tomohon termasuk dalam
etnis Tombulu. Selain bahasa percakapan di atas, ada juga masyarakat di
Minahasa dan Kota Tomohon khususnya para orang tua yang menguasai Bahasa
Belanda karena pengaruh jajahan dari Belanda serta sekolah-sekolah zaman dahulu
yang menggunakan Bahasa Belanda. Bahasa daerah Minahasa terdiri dari: 1)
Tountemboan, 2) Tombulu Tonsea, 3)Toulour (Tondano), 4)Tonsawang, 5) Ratahan,
6)Pasan, 7)Ponosakan, 8)Bantik.
2.7 Pemerintahan
Sejak
awal bangsa Minahasa tidak pernah terbentuk kerajaan atau mengangkat seorang
raja sebagai kepala pemerintahan. Kepala pemerintah adalah kepala keluarga yang
gelarnya adalah Paedon Tu’a atau Patu’an yang sekarang kita kenal dengan
sebutan Hukum Tua. Kata ini berasal dari Ukung Tua yang berarti Orang tua yang
melindungi.Ukung artinya kungkung = lindung = jaga. Tua : dewasa dalam usia,
berpikir, serta didalam mengambil Kehidupan demokrasi dan kerakyatan terjamin
Ukung Tua tidak boleh memerintah rakyat dengan sewenang-wenang
karena rakyat itu adalah anak-anak dan cucu-cucunya, keluarganya sendiri.
Sebelum membuka perkebunan, berunding dahulu dan setelah itu dilakukan harus
dengan mapalus. Didalam bekerja terdapat pengatur atau pengawas yang di
Tonsea disebut Mopongkol atau Rumarantong, di Tolour disebut Sumesuweng. Di
Minahasa tidak dikenal sistim perbudakan, sebagaimana lazimnya di daerah
lain pada zaman itu, seperti di kerajaan Bolaang, Sangir, Tobelo, Tidore
dll. Hal ini membuat beberapa dari golongan Walian Makaruwa Siyow
(eksekutif ingin diperlakukan sebagairaja. seperti raja Bolaang, raja Ternate,
raja Sanger) yang mereka dengar dan temui disaat barter bahan bahan
keperluan rumah tangga. Setelah cara tersebut dicoba diterapkan dimasyarakat
Minahasa oleh beberapa walian/hukum tua timbul perlawanan yang memicu
terjadinya pemberontakan serentak di seluruh Minahasa oleh golongan
rakyat/Pasiyowan Telu, Alasannya karena, bukanlah adat pemerintahan yang
diturunkan OpoToar Lumimuut, dimana kekuasaan dijalankan dengan
sewenang-wenang.Akibat pemberontakkan itu, tatanan kehidupan di Minahasa
menjadi tidak menentu, peraturan tidak diindahkan Adat istiadat rusak,
Perebutan tanah pertanian antar keluarga. Hal ini membuat golongan
makarua/makadua siow (tonaas) merasa perlu mengambil tindakan pencegahan dengan
mengupayakan musyawarah raya yang dimotori olehTonaas-tonaas senior dari
seluruh Minahasa di Watu Pinabetengan.Luas Minahasa pada jaman ini adalah dari
pantai Likupang, Bitung sampai ke muarasungai Ranoyapo ke gunung Soputan,
gunung Kawatak dan sungai Rumbia Wilayah setelah sungai Ranoyapo dan Poigar,
Tonsawang, Ratahan, Ponosakan adalah termasuk wilayah kerajaan Bolaang
Mongondow, sampai kira-kira abad ke-14. Dalam musyawarah yang dihadiri oleh
seluruh keturunan Toar Lumimuut, memilih Tonaas Kopero dari Tompakewa sebagai
ketua yang dibantu anggota Tonaas Muntuuntu dari Tombulu dan Tonaas Mandey dari
Tonsea mereka bertugas untuk konsolidasi ketiga golongan Minahasa tsb.
G. Sistem Teknologi
Seiring
dengan perkembangan jaman, teknologi dalam setiap suku bangsa pun semakin
berkembang. Di Minahasa, sama seperti di daerah-daerah lainnya di Indonesia,
sistem teknologi dan penggunaan alat-alat tradisional sudah semakin menghilang
diganti dengan alat-alat modern buatan pabrik. Namun, dalam bagian ini penulis
berusaha memasukkan daftar alat-alat tradisional yang dahulu dipakai oleh
masyarakat suku Minahasa atau mungkin juga masih dikenal atau digunakan oleh
masyarakat Minahasa dewasa ini di tempat-tempat tertentu. Alat-alat tersebut
mulai dari alat-alat rumah tangga sampai alat-alat yang digunakan untuk bekerja
dan berperang.
a. Alat-alat
rumah tangga: masih sering dijumpai di desa-desa, antara lain nihu (penampi
beras/padi), loto (bakul), poroco (jenis bakul),
rueng (belanga), rumping (belanga goreng),
ramporan (dodika/tempat
memasak),
tempayang
(tempayan),mauseu/nuuseu/naaweyen/sincom (tempat
nira dari bambu), selangka (peti tempat penyimpanan barang
berharga), tape(tikar), patekelan/panteran/koi (tempat
tidur), piso (pisau), dan lisung (lesung).
b. Alat-alat
pertanian: beberapa alat yang selalu dipakai penduduk dalam pertanian
seperti, pajeko (bajak), sisir, pacol (pacul),sekop (tembilang), peda (parang), sambel (sabel),
dan pati/tamako (kapak).
c. Alat-alat
perburuan: alat-alat yang dahulu sering digunakan dalam perburuan, antara
lain tumbak (tombak), sumpit(senjata untuk
burung saja), wetes/dodeso(jerat), sassambet (semacam
jerat), dan sinapang (senapan)..
d. Alat-alat
perikanan: alat-alat yang digunakan oleh masyarakat Minahasa yang berprofesi
sebagai nelayan, yakni perahu sampan, perahu giob (lebih besar
dari sampan), pelang (lebih besar dari giob), soma (pukat
besar), pukat, hohati (kail), nonae(umpan), sosoroka (semacam
tombak yang khusus dipergunakan di danau), rompong (rumah di
atas air yang telah dipasang dengan jala), sesambe (berbentuk
seperti layar kecil untuk menangkap ikan-ikan kecil), dan sero
babu yang telah dianyam untuk membungkus ikan.
e. Alat-alat
peternakan: alat-alat yang digunakan dalam beternak. Alat-alat ini tidak
terlalu banyak terdapat di Minahasa dikarenakan peternakan merupakan pekerjaan
sambilan saja. Alat-alat tersebut antara lain: lontang tempat
makanan babi,roreongan atau sangkar ayam.
f. Alat-alat
kerajinan: alat-alat yang digunakan dalam kerajinan masyarakat. Alat-alat ini
merupakan campuran dari alat-alat asli buatan orang Minahasa dan alat-alat yang
datang dari luar (yang berbahan logam). Beberapa alat buatan penduduk antara
lain,kekendong (alat pemintal tali yang terbuat dari bambu atau
kayu), jarong katu (penjahit atap yang juga dibuat dari bambu
atau kayu), gelondong atau jarong benang
bambu, martelu (martil yang dibuat dari kayu), sarong
peda (sarung parang yang terbuat dari kayu, bambu, dan pelepah
pinang).
g. Alat-alat
transportasi: alat-alat perhubungan yang digunakan oleh masyarakat Minahasa,
antara lain roda sapi, bendi, sampanatau perahu (ada
beberapa jenis), dan rakit.
h. Alat-alat
peperangan, yakni alat-alat yang dipakai oleh masyarakat Minahasa dahulu dalam
berperang, antara lain kelung(tameng), santi (pedang), kiris (keris), tumbak,
pemukul, tamor (tambur), tettengkoren (tubuh dari
bambu), pontuang (alat tiup dari kulit kerang), kolintang (dibuat
dari perunggu yang sama dengan alat musik Gamelan Jawa), dan gong.
i. Alat-alat
untuk menyimpan, antara lain godong (gudang di bagian bawah
rumah untuk menyimpan hasil-hasil produksi), cupa(volumenya hampir
tiga liter, terbuat dari bambu), gantang (volumenya 27 liter,
terbuat dari kayu), walosong (tempat menyimpan makanan,
terbuat dari bambu), dan para-para (sejenis meja dari bambu
tempat menaruh alat-alat dapur).
H. Kesenian
A. Tarian
1.
Tari Mahambak
Tari Mahambak adalah salah satu seni
tradisional Bantik — sebuah anak suku yang memiliki
banyak kekhasan .Seni tari yang menjadi
sarana pengungkapan peasaan komunal orang Bantik. Dengan terpencarnya mereka
kedalam sejumlah pusat pemukiman-pemukiman antaranya di
Malayang (arah tenggara dari manado), Molas (diutara manado), Ongkaw dan
Boyong (di minahasa selatan), dan lain-lainmereka amat saling merindu.
Perjumpaan, persatuan dan kerukunan menjadi nilai-nilai yang sangat dirayakan
serta dijunjung setinggi-tingginya oleh orang Bantik dari generasi ke generasi.
Nilai-nilai persatuan dan kerukunan itu tercermin sangat jelasnya dalam bait-bait syair yang dinyanyikan dalam Tari Mahambak. Syair-syair yang digubah para leluhur,
yang karena di zaman dulu itu masih sangat terbatas sarana perhubungan dan apalagi telekomunikasi, sehingga mereka menghayati keterpencaran komunitas
mereka sebagai masalah sangat besar, mencemaskan, membahayakan, dan amat menyedihkan. Arti harfiah mahambak ialah begembira dan bersukacita. Bergembira menyambut perjumpaan dan persatuan. Tari mahambak kemudian menjadi bagian dari setiap upacara atau perayaan yang membahagiakan, seperti “naik rumah baru”, panen hasil bumi yang melimpah, dan lain-lain.
Nilai-nilai persatuan dan kerukunan itu tercermin sangat jelasnya dalam bait-bait syair yang dinyanyikan dalam Tari Mahambak. Syair-syair yang digubah para leluhur,
yang karena di zaman dulu itu masih sangat terbatas sarana perhubungan dan apalagi telekomunikasi, sehingga mereka menghayati keterpencaran komunitas
mereka sebagai masalah sangat besar, mencemaskan, membahayakan, dan amat menyedihkan. Arti harfiah mahambak ialah begembira dan bersukacita. Bergembira menyambut perjumpaan dan persatuan. Tari mahambak kemudian menjadi bagian dari setiap upacara atau perayaan yang membahagiakan, seperti “naik rumah baru”, panen hasil bumi yang melimpah, dan lain-lain.
2. Tari Maengket
Maengket
adalah paduan dari sekaligus seni tari, musik dan nyanyi, serta seni sastra
yang terukir dalam lirik lagu yang dilantunkan. Sejumlah pengamat kesenian
bahkan
melihat maengket sebagai satu bentuk khas sendratari berpadu opera. Apapun, maengket memang merupakan sebuah adikarya kebudayaan puncak yang tercipta melalui proses panjang penyempurnaan demi penyempurnaan.
melihat maengket sebagai satu bentuk khas sendratari berpadu opera. Apapun, maengket memang merupakan sebuah adikarya kebudayaan puncak yang tercipta melalui proses panjang penyempurnaan demi penyempurnaan.
Maengket
sudah ada di tanah Minahasa sejak rakyat Minahasa mengenal pertanian terutama
menanam padi
di ladang. Kalau dulu
nenek moyang Minahasa, maengket hanya dimainkan pada waktu panen padi dengan
gerakan-gerakan yang hanya sederhana, maka sekarang tarian maengket telah
berkembang teristimewa bentuk dan tariannya tanpa meninggalkan keasliannya
terutama syair/sastra lagunya.
Maengket
terdiri dari 3 babak, yaitu:
–Maowey Kamberu
– Marambak
– Marambak
–
Lalayaan.
Maowey
Kamberu Adalah suatu tarian yang dibawakan pada acara pengucapan syukur
kepada Tuhan yang Maha Esa, dimana hasil pertanian terutama tanaman padi yang
berlipat ganda/banyak. Marambak adalah tarian dengan semangat kegotong-royongan
(mapalus), rakyat Minahasa bantu membantu membuat rumah yang baru. Selesai
rumah dibangun maka diadakan pesta naik rumah baru atau dalam bahasa daerah
disebut “rumambak” atau menguji kekuatan rumah baru dan semua masyarakat
kampung diundang dalam pengucapan syukur. Lalayaan adalah tari yang dilakukan
saat bulan purnama Mahatambulelenen, para muda-mudi melangsungkan acara
Makaria’an — mencari teman hidup.
3. Tari Kabasaran
Kabasaran
adalah tari perang. Mengangkat atau memuliakan perang ke dalam karya estetika,
itu memberi gambaran tentang masyarakat itu sendiri. Itu ungkapan dari watak
dan nilai-nilai budaya masyarakat.
Ya,
berperang memang diluhurkan sebagai krida sangat mulia bagi masyarakat yang
gagah berani serta kokoh membela kebenaran dan keadilan. Dr. A.B.Meyer,
seeorang peneliti sosio-budaya masyarakat Minahasa, dalam sebuah laporannya
sampai menarik kesimpulan: Perang adalah bagian dalam format kebudayaan
Minahasa lama!
Seni
Tari Kabasaran pun mengabadikan ritual yang di masa lampau memang dilaksanakan
leluhur tou Minahasa setiap kali mereka hendak berperang. Tari Kabasaran sedemikian akrab dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Minahasa lama. Tarian keprajuritan ini menyemarakkan hampir semua upacara dalam daur hidup manusia. Mulai dari kelahiran, mengusir roh-roh jahat, perkawinan, hingga pemakaman orang mati. Demikian pula untuk penjemputan dan pengawalan secara adat bagi petinggi pemerintahan ataupun tokoh masyarakat. Juga dalam mengantar para pekerja Mapalus menuju tempat kerja.
leluhur tou Minahasa setiap kali mereka hendak berperang. Tari Kabasaran sedemikian akrab dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Minahasa lama. Tarian keprajuritan ini menyemarakkan hampir semua upacara dalam daur hidup manusia. Mulai dari kelahiran, mengusir roh-roh jahat, perkawinan, hingga pemakaman orang mati. Demikian pula untuk penjemputan dan pengawalan secara adat bagi petinggi pemerintahan ataupun tokoh masyarakat. Juga dalam mengantar para pekerja Mapalus menuju tempat kerja.
4.Tari
Maselai
Mesalai
adalah salah satu jenis tarian tradisional yang berasal dari Provinsi Sulawesi Utara.
Kesenian yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Kepulauan Sangihe Talaud
ini dahulu merupakan bagian dari suatu upacara ritual sebagai perwujudan rasa
syukur kepada Genggona Langi Duatung Saluruang (Tuhan Yang Maha Tinggi Penguasa
Alam Semesta) atas segala anugerah yang telah diberikan-Nya. Namun, seiring
dengan perkembangan zaman dan masuknya agama-agama baru, tari mesalai saat ini
juga digunakan sebagai pelengkap upacara adat dan syukuran, seperti: khitanan,
perkawinan, mendirikan rumah baru, peresmian perahu baru dan lain sebagainya.
Alat
Musik
1. Alat Musik Tradisional KolintangAlat musik Kolintang adalah
alat musik tradisional yang terkenal di daerah Minahasa, Provinsi Sulawesi
Utara. Bahan untuk membuat alat musik tradisional kolintang ini adalah kayu.
Ada Kolintang yang dibuat dari bahan kayu bernama kayu bandaran, kayu wenang,
dan lain sebagainya. Umumnya kayu yang dibuat untuk membuat Kolintang ini
adalah kayu-kayu ringan, namun memiliki serat kayu yang padat. Alat musik
kolintang dimainkan dengan cara dipukul. Bahkan Kolintang ini terkenal dapat
mengeluarkan bunyi yang khas karena bisa digunakan untuk mengeluarkan bunyi
nada rendah maupun nada tinggi. Salah satu fungsi Kolintang adalah mengiringi
tari tradisional dari Sulawesi Utara yaitu Tari Lenso dan Tari Tatengesan.
2. Alat Musik Tradisional Salude
Alat
musik yang identik dengan Sulawesi Utara adalah Kolintang. Namun sebenarnya
masih ada alat musik tradisional yang menjadi ciri khas masyarakat Minahasa.
Namanya adalah Salude.
Salude adalah sejenis alat musik tradisional
yang dibuat dari seruas bambu. Pada bagian tengah badan bambu terdapat lubang
yang memiliki fungsi sebagai resonator dan diatasnya dipasang 2 senar yang juga
dibuat dari serat ari bambu.
Cara membunyikan alat musik salude adalah
dengan cara dipetik atau dipukul dengan pelepah pinang. Alat musik Salude ini
merupakan alat musik sejenis sitar tabung yang termasuk dalam kelompok
ido-kardofon.
3. Alat Musik Tradisional Tetengkoren
Tetengkoren adalah merupakan
salah satu alat musik pukul (Diophone) yang terbuat dari bambu berbentuk tabung
bambu. Alat musik ini dipergunakan untuk mengiringi tari tradisional seperti tari tatengesan atau tari tetengkoren namun secara umum dipergunakan pula
sebagai alat komunikasi didaerah kebun di Sulawesi Utara.
4. Alat Musik Tradisional Momongan
4. Alat Musik Tradisional Momongan
Momongan
adalah merupakan alat musik tradisional dari Sulawesi Utara yang lebih kita
kenal dengan nama Gong. Alat musik momongan ini terbuat dari perunggu yang
dibunyikan dengan cara dipukul. Alat musik momongan dipergunakan untuk
mengiringi berbagai tari tradisional dari Sulawesi Utara. Selain alat musik
diatas, masih ada beberapa alat musik tradisional yang dipergunakan masyarakat
Sulawesi Utara seperti Tambur dan
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Minahasa merupakan salah satu suku yang mengutamakan
persatuan, ini tercermin dari pengertian awal nama “Minahasa” bukanlah nama
etnis melainkan “Persatuan” dari sejumlah suku/sub-etnis tersebut. Dan juga
budaya Mapalus (tolong- menolong) yang ada pada suku Minahasa.
Sistem kekerabatan di Minahasa mengikuti garis
keturunan dari orang tua laki-laki (patrilinial).
Fungsi pemimpin di Minahasa tidak pernah terjadi
karena warisan, dikarenakan sejak awal bangsa Minahasa tidak pernah terbentuk
kerajaan atau mengangkat seorag raja sebagai kepala pemerintahan. Di Minahasa,
setiap orang dapat di panggil (dipilih) untuk menjalankan pemerintahan.
B. Saran
a. Disarankan agar denga makalah ini mahasiswa dapat
lebih mengenal kebudayaan Minahasa dan menjaga kelestarian adat dan budaya khas
yang diwrisi nenek moyang.
b. Mengenai
budaya Mapalus (tolong-menolong) yang ada pada budaya masyarakat Minahasa tetap
dipertahankan dan dilestarikan supaya tidak punah dimakan oleh zaman karena
sangat bermanfaat untuk kehidupan dalam bermasyarakat.
Daftar pustaka
http://randyefferputra.blogspot.com/2012/08/mengenal-suku-bangsa-minahasa.html
http://www.scribd.com/doc/34171303/Kebudayaan-Minahasa-Budaya-Nusantarahttp://ahmadroihan8-jendelailmu.blogspot.com/2012/06/makalah-suku-minahasa.html
Komentar
Posting Komentar